Rabu, 23 Oktober 2013

MAKALAH PROFESIONALISASI BIMBINGAN DAN KONSELING

  

PROFESIONALISASI BIMBINGAN DAN KONSELING
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur
Mata Kuliah : Bimbingan Konseling
Dosen : Dra. H. Nurul Azmi, M.Ag





Disusun oleh  :
                                   Kelompok 3
1.      Bonita Anestesia
2.      Diana Yulianti
3.      Etin Ratnaetin
4.      Fitriyana

IPA-BIOLOGI A/ 4



JURUSAN IPA BIOLOGI FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI 
2012  

PENDAHULAUN
1.1    Latar Belakang
Bimbingan dan Konseling, khususnya bimbingan dan konseling dalam setting sekolah dipandang merupakan profesi. Namun, pandangan mengenai status profesi ini masih terbelah, ada pihak yang mengatakan bimbingan merupakan profesi dan sudah terprofesikan, sebaliknya ada pihak yang menyatakan bukan. Lepas dari itu, di Indonesia bimbingan dan konseling merupakan bidang pekerjaan baru, menjadi salah satu dan berada di tengah bidang- bidang pekerjaan lain yang ada. Karena sifatnya baru, status profesi bimbingan dan konseling masih menjadi bahan perbincangan akademis, sementara itu di Indonesia bidang pekerjaan bimbingan dan konseling terus mengalami perkembangan.
Bimbingan dan Konseling masih mencari jati diri sebagai profesi dan mencari tempatnya di dalam keseluruhan sistem pendidikan kita. Hal ini mengingat disamping bimbingan dan konseling ada profesi- profesi lain yang bersifat sebagai profesi bantuan, seprti psikologi klinik, pekerjaan sosial, psikoterapi. Batas- batas antara mereka tidak jelas masing- masing mengklaim keberhasilan yang sama. Bimbingan dan Konseling di dalam sistem pendidikan kita masih baru , sehingga untuk kerja dan sumbangannya belum semua pihak mengenal, menerima dan mengakuinya.
Tujuan pengembangan bimbingan dan konseling  mendapat tantangan oleh dua kenyataan , yaitu jati diri profesi dan pengharapan agar peran dalam dunia pendidikan dan dunia kerja yang yang serba tidak menentu.
1.2    Rumusan Masalah
A.    Apa pengertian Profesionalisasi?
B.     Bagaimana  Status Profesi Bimbingan dan Konseling?
C.     Bagaimana Kriteria Profesionalisasi Bimbingan dan Konseling?
D.    Bagaimana Usaha- Usaha Profesionalisasi Bimbingan dan Konseling?
E.     Bagaimana Peningkatan Mutu Konselor?

PROFESIONALISASI
BIMBINGAN DAN KONSELING

       A.    Pengertian Profesionalisasi
Profesi yaitu suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dari para petugasnya. Artinya, pekerjaan yang disebut profesi itu tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara khusus terlebih dahulu untuk melakukan pekerjaan itu.[1]
Profesionalisasi menunjukan pada proses peningkatan kualifikasi maupun kemampuan para anggota suatu profesi dalam mencapai kriteria yang standar dalam penampilannya sebagai anggota suatu profesi. Profesionalisasi pada dasarnya merupakan serangkaian proses pengembangan keprofesionalan, baik dilakukan melalui pendidikan/ latihan pra- jabatan (pre- servie training) maupun pendidikan/ latihan dalam jabatan (in- service training). Oleh sebab itu, profesionalisasi merupakan proses yang berlangsung sepanjang hayat dan tanpa henti.[2]

      B.     Status Profesi Bimbingan dan Konseling
Menurut pendapat para ahli antara lain Liberman, 1956; Goode, 1960; Mccully dan Miller, 1969; dan Pavolko, 1971 yang dikutip  Munandir (2000) dapat dirangkumkan secara garis besar ciri atau kriteria profesi, yaitu:[3]
1.    Pekerjaan yang disebut profesi bersifat sebagai layanan kepada masyarakat umum.
2.    Pekerjaan yang disebut profesi adalah (a) khas dan jelas batas- batasnya, (b) dilaksanakan dengan cara- cara ilmiah, dan (c) dilaksanakan oleh petugas khusus yang memiliki kewenangan yang diakui oleh badan resmi pemberi pengakuan.
3.    Ada sistem ilmu dan pengetahuan yang mendasari pelaksanaa tugas sebagai hasil pengembangan melalui proses ilmiah. Ilmu dan pengetahuan itu dipelajari pada jenjang pendidikan tinggi.
4.    Untuk memperoleh kewenangan menjalankan tugas profesi dipersyaratkan pendidikan keahlian khusus tingkat tinggi yang memakan waktu panjang.
5.    Anggota suatu profesi dituntut memiliki kecakapan minimum yang ditetapkan dengan menerapkan patokan seleksi, pendidikan dan perizinan untuk menjalankan paraktek.
6.    Dalam menjalankan tugas layanan kemasyarakatan anggota profesi (a) lebih mengutamakan kepentingan umum, atau pihak yang memerlukan layanan bantuan, daripada kepentingan pribadi (memperoleh keuntungan material atau mencari popularitas pribadi), dan (b) selalu memperhatikan dan mematuhi ketentuan- ketentuan tentang aturan sopan santun bertingkah laku (kode etik) ketika menjalankan tugas profesinya.
7.    Para anggota profesi bergabung di dalam suatu himpunan dan berperan aktif di dalamnya. Himpunan ini merupakan wadah para anggota untuk saling bertukar pikiran dan berbagai pengalaman dengan tujuan memajukan kemampuan dan keterampilan menjalankan tugas.
8.    Para anggota profesi terus menerus memajukan diri dengan melakukan bacaan teknis ilmiah (jurnal), kegiatan penelitian dan keikutsertaan di dalam pertemuan- pertemuan ilmiah profesional seperti konvensi, seminar, simposium yang diselenggarakan oleh organisasi. Semua itu dilakukan agar anggota profesi dapat mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi mutakhir bidang profesinya, yang akan berdampak meluaskan wawasan serta meningkatkan kemampuan dan keterampilan profesionalnya.






       C.    Kriteria Profesionalisasi Bimbingan dan Konseling
Dari penjelasan diatas, dikomparasikan dengan kriteria atau persyaratan profesionalisasi bimbingan dan konseling, maka kriteria sebagai berikut:[4]
1.    Bersifat layanan kemasyarakatan
Bimbingan dan konseling dijalankan selaku usaha pendidikan, khususnya pendidikan di sekolah. Di sekolah, kehadiran bimbingan dikukuhkan sejak berlakunya kurikulum 1975. Tujuan bimbingan dan tujuan pendidikan mempunyai nilai kemasyarakatan. Bimbingan dan konseling selaku bagian dari program pendidikan sekolah mengembanamanat khususnya di bidang pengembangan kepribadian dan usaha- usaha memajukan taraf kesejahteraan jiwa anak.
2.      Khas dan jelasnya tugas
Bidang tugas layanan suatu profesi harus jelas bedanya dengan bidang tugas profesi yang lain. Sifat inilah yang rupanya tidak begitu nyata. Konseling sebagai suatu bentuk layanan bimbingan, juga dilakuakan oleh profesi- profesi yang lainnya seperti psikolog klinik, psikoterapi, psikiater, dokter dan guru. Dalam praktek di sekolah, realitanya konselor juga diberikan tugas seperti mengajar dan menangani urusan tata tertib di sekolah. Banyak konselor merangkap tugas pengajaran, sebaliknya guru melakukan semacam konseling juga terhadap siswa- siswa yang mengalami masalah.
3.      Penggunaan cara- cara ilmiah
Pengamatan di lapangan menunjukan bahwa kinerja  para petugas BK dalam melaksanakan bimbingan di sekolah- sekolah belum memiliki ciri- ciri yang ilmiah secara universal. Alasannya antara lain adalah kurangnya pengetahuan para petugas BK di sekolah dewasa ini tidak mempunyai latar belakang pendidikan khusus BK. Masalahnya diperparah kareana miskonsepsi ini umum terdapat di kalangan staf sekolah umumnya, bahkan tidak jarang termasuk kepala sekolah sendiri. Semua itu disebabkan kurangnya pengetahuan dan pengertian mereka tentang bimbingan dan konseling.
4.      Petugas yang berwenang dan standar seleksi
Bimbingan sekolah dijalankan oleh petugas yang umumnya tidak berlatar belakang pendidikan khusus. Ini membuahkan kurangnya kewenangan petugas. Masalah ini berkaitan erat dengan kurangnya jumlah tenaga khusus bimbingan dan konseling. Sebagian besar dari petugas bimbingan adalah guru yang dialihtugaskan menangani program bimbingan karena desakan kebutuhan. Kurangnya tenaga bimbingan dan konseling berpendidikan khusus di sekolah sebetulnya pada tahun 1980-an sudah diatasi melalui usaha- usaha pembaharuan oleh LPTK, diantaranya lulusannya harus tamatan S1 dan S2 program Bimbingan dan konseling.

      D.    Usaha- Usaha Profesionalisasi Bimbingan dan Konseling
Dimasa sekarang ini pertumbunhan dan perkembagan bimbingan dan konseling disekolah-sekolah telah mencapai kemajuan yang signifikan. Namun masih banyak yang harus dikerjakan untuk menjadi bimbingan dan konseling profesi  yang sebenar-benarnya.
Di Indonesia, usaha-usaha memajukan profesi ini  tidak bisa diharapkan akan dilakukan oleh organisasi profesi sepenuhnya. Campur tangan dari pihak birokrasi pemerintahan, jalur structural terasa sekali dan kelihatan lebih menonjol. Sebagai contohnya, dalam penyusunnya kurikulum peran pemerintahan sangat besar. Demikian pula soal akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi. Di Negara kita, pada tahap perkembangannya, diperlukan pendekatan bersama kedua jalur, yaitu jalur fungsional organisasi profesi) dan jalur structural.
Usaha-usaha kearah pelibatan organissai profesi bimbingan dan konseling telah dimulai nampak dalam implementasinya. Diantara usaha-usaha itu ada tiga macam yang mempunyai nilai dan arti profesionalisasi bimbingan, diantaranya:[5]
1)   Keterlibatannya dalam kegiatan-kegiatan penyusunan kurikulum pendidikan konselor.
2)   Pengembangan pekerjaan konselor (membimbing dan mengkonseling) sebagai jabatan fungsional.
3)   Perantara pelatihan guru pembimbing tingkat nasional bekerjasama dengan pihak resmi, (Depdikbudi, 1999).
Kode etik merupakan tanggung jawab setiap individu konselor yang menuntut disiplin diri yang tinggi untuk menaati dan menegakkannya. Tetapi secara sistem, ini semua tanggung jawab organisasi IPBI dan divisi-diviasinya.
Usaha-usaha professionalisasi bimbingan dan konseling menjadi tanggung jawab para warga professional selaku pribadi dan juga tanggung jawab IPBI selaku organisasi. Dengan melakukan kegiatan-kegiatan seperti menegakkan kode etik dengan terus menerus meningkatkan kemampuan kerjanya melalui berbagai cara dan pendekatan, melakukan riset dan aktif mengikuti pertemuan dan kegiatan yang diorganisir oleh IPBI dan sebagainya, hakekatnya penyumbang bagi usaha memajukan profesi.

      E.     Peningkatan Mutu Konselor
Kualitas konselor merupakan salah satu syarat pengembangan profesionalisasi bimbingan dan konseling. Implementasi bimbingan dan konseling untuk menuju profesional masih membutuhkan waktu dan kemampuan di segala bidang. Diantaranya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam rangka peningkatan mutu konselor, (Munandir, 2000) yaitu :[6]
1)   Perbaikan mutu masukan mahasiswa. Mutu lulusan pendidikan sangat bergantung pada mutu masukan mahasiswa. Konseling adalah pekerjaan yang menuntuk tenaga pelaksana yang cerdas, menguasai pengetahuan dasar, banyak pengetahuan umum dan luas wawasannya, dan berkepribadian. Dalam konteks keadaan dewasa ini dipertanyakan apakah LPTK bisa berharap mendapatkan bibit unggul untuk masukannya.
2)   Penyempurnaan kurikulum dan perkuliahan. Pendidikan prajabatan konselor sekolah perlu dilakukan berkenaan dengan adanya kecaman atas kinerja konselor lulusan perguruan tinggi. Termasuk dalam pengertian ini adalah peningkatan mutu praktikum dengan bimbingan intensif dan penilaian yang dipertinggi standar kelulusannya.
3)   Peningkatan kewenanagan dosen. Peningkatan ini sangat mutlak dan bisa dicapai melalui penerapan standar yang tinggi untuk seleksi penerimaan dosen baru pada bidang dan profesinya. Untuk masukan, standar yang dituju hendaknya mereka yang sudah mempunyai pengalaman mengajar atau berbasis pengajaran yang cukup.
4)   Pemberlakuan standar kewenangan minimum. Mengenai kewenangan, itu termasuk kewenangan memberikan tes dan instrumentasi bimbingan lainya dan penggunaan pendekatan bantuan yang ditentukan. Karena adanya bidang-bidang singgung dengan kewenangan profesi lain seperti psikologi, dan sosiologi, maka perlu kerja sama dengan pihak yang bersangkutan.
Pengembangan profesi merupakan proses yang terus menerus. Ini sejalan dengan pengembangan ilmu yang juga merupakan kegiatan yang tiada hentinya. Profesi merupakan pekerjaan yang landasannya ilmu dan sementara sifat ilmu berkembang, karena dikembangan sehingga profesi dan usaha-usaha pengembangannya terus berjalan (Baruth, L.G. & Robinson, III, E.H, 1987).
Konselor selaku pekerja yang sadar profesi merasa terpanggil dan ada kebutuhan untuk terus meningkatkan mutu layanan bantuannya. Keikutsertaan secara aktif di dalam usaha-usaha untuk pertumbuhan diri dalam jabatan dan keterikatan diri untuk meningkatkan mutu layanan inipun merupakan tuntutan kode etik, yaitu bahwa setiap tenaga professional harus berusaha mengikuti dan mematuhinya. Demikian pun para pakar profesi bantuan dan ilmu-ilmu perilaku yang diberikan, khususnya di perguruan tinggi program pendidikan konselor, yaitu dosen dan peneliti, melihat bahwa merekalah pihak yang diharapkan paling berperan dalam usaha-usaha berkelanjutan pengembangan dan pemutakhitran profesi bimbingan dan ilmu-ilmu pendukungnya.


PENUTUP
1.    Profesionalisasi menunjukan pada proses peningkatan kualifikasi maupun kemampuan para anggota suatu profesi dalam mencapai kriteria yang standar dalam penampilannya sebagai anggota suatu profesi.
2.    Dalam menjalankan tugas layanan kemasyarakatan anggota profesi (a) lebih mengutamakan kepentingan umum, atau pihak yang memerlukan layanan bantuan, daripada kepentingan pribadi (memperoleh keuntungan material atau mencari popularitas pribadi), dan (b) selalu memperhatikan dan mematuhi ketentuan- ketentuan tentang aturan sopan santun bertingkah laku (kode etik) ketika menjalankan tugas profesinya.
3.    Kriteria Profesionalisasi Bimbingan dan Konseling, yaitu; bersifat layanan kemasyarakatan, khas dan jelasnya tugas, penggunaan cara- cara ilmiah dan petugas yang berwenang dan standar seleksi
4.    Tiga macam yang mempunyai nilai dan arti profesionalisasi bimbingan, diantaranya:
1)   Keterlibatannya dalam kegiatan-kegiatan penyusunan kurikulum pendidikan konselor.
2)   Pengembangan pekerjaan konselor (membimbing dan mengkonseling) sebagai jabatan fungsional.
3)   Perantara pelatihan guru pembimbing tingkat nasional bekerjasama dengan pihak resmi.
5.    Peningkatan mutu konselor menurut Munandir yaitu; Perbaikan mutu masukan mahasiswa, penyempurnaan kurikulum dan perkuliahan, peningkatan kewenanagan dosen dan pemberlakuan standar kewenangan minimum.



[1] Prayitno, dan Amti, Erman. Dasar- Dasar Bimbingan dan Konseling. 2004. Jakarta : Rineka Cipta. Hal 338
[2] Ibid. Hal 339
[3] Dra. Masdudi, M.Pd. Bimbingan dan Konseling ( Persepektif Sekolah). 2010. Cirebon: At- Tarbiyah Press. Hal 64
[4] Dra. Masdudi, M.Pd. Op.Cit. Hal 66
[5] Dra. Masdudi, M.Pd .Op. Cit. Hal 70
[6] Ibid. Hal 71



DAFTAR PUSTAKA
Dra. Masdudi, M.Pd. Bimbingan dan Konseling ( Persepektif Sekolah). 2010. Cirebon: At- Tarbiyah Press
Prayitno, dan Amti, Erman. Dasar- Dasar Bimbingan dan Konseling. 2004. Jakarta : Rineka Cipta


Tidak ada komentar:

Posting Komentar